Font Size

SCREEN

Profile

Layout

Direction

Menu Style

Cpanel

AFEB PTM: Kebijakan Ekonomi Harus Mampu Membaca Kebutuhan Rakyat

 

Musyawarah Nasional (Munas) Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEB) Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) di Surabaya, 22 – 23 November 2017 yang bertema Membangun Kekuatan Ekonomi Umat Berbasis Riset. Munas ini dirangkaikan dengan kegiatan Seminar Nasional, Pertemuan Dekan dan Asosiasi Program Studi se FEB PTM, dan Call for Papers bidang ekonomi dan bisnis. ”Dalam Munas ini menelorkan beberapa rekomendasi penting”, ujar Ketua AFEB PTM, Mukhaer Pakkanna.

 

Ada tiga rekomendasi penting, tambah Mukhaer. Pertama, dengan meningkatnya gairah penguatan ekonomi ummat yang ditandai meningkatnya lembaga keuangan syariah, produk-produk syariah, bergeraknya sektor riil dengan keberadaan retail dan swalayan syariah. Peningkatan ini belumlah memuaskan jika dibanding besaran populasi umat Islam di Tanah Air, apalagi jika dibanding Malaysia atau negara-negara lain yang tidak berpopulasi mayoritas umat Islam.

Oleh karena itu, AFEB PTM mengusulkan agar pergerakan gairah ini tidak sakadar semangat sesaat, tapi terlembaga hingga ke pelosok-pelosok desa dan menyentuh pada aspek kebutuhan riil rakyat. Instrumen wakaf, zakat, infaq, sadoqah dan lainnya, menjadi instrumen penting dalam meredistribusi  aset demi tegaknya keadilan sosial. Menurut Mukhaer yang juga ketua STIE Ahmad Dahlan Jakarta, ”masjid dan musola serta para mubaligh harus menjadi garda terdepan dan memiliki kapasitas mennyosialisasikan instrumen-instrumen tersebut”.

Kedua, memasuki tahun 2018, yang dianggap tahun politik, AFEB PTM menghimbau agar konsentrasi penguatan kapasitas ekonomi rakyat jangan sampai terbengkelaikan. Program-program ekonomi tidak semata bersifat elitis dan mendongkrak pencitraan pemerintah. Menurut Mukhaer, saat ini sinyal makin parahnya tingkat kedalaman kemiskinan nasional yang naik menjadi 1,83 (2017) dari 1,74 (2016) dan  tingkat keparahan kemiskinan menjadi 0,48 (2017) dari 0,44 (2016), menunjukkan bahwa program ekonomi pemerintah selama ini hanya mampu mendongkrak lapisan menengah-atas yang makin meningkatkan akumulasi aset dan kekayaannya. ”Ini jika terlihat indeks gini rasio kesenjangan yang stagnan, yang artinya kesenjangan sulit diobati oleh pemerintah”, pukas Wakil Ketua MEK PP Muhammadiyah.

Berkaitan dengan poin ketiga, Mukhaer Pakkanna menambahkan, bahwa berkaitan perdebatan tentang apakah daya beli masyarakat makin tergerus atau tidak, AFEB PTM memandang bahwa fenomena hebohnya daya beli dan shifting pola belanja masyarakat hanya merupakan fenomena wilayah perkotaan.

Menurut Mukhaer, daya beli masyarakat pada lapisan menengah perkotaan, justru masih bertahan kuat, kendati mengalami pergeseran pola belanja. Sementara, daya beli masyarakat pada lapisan masyarakat miskin di wilayah perdesaan/perkotaan tetap semakin parah. Itu artinya, AFEB PTM melihat bahwa model pendekatan pembangunan dan perubahan teknologi informasi belum optimal mendongkrak kesejahteraan masyarakat miskin. Diperlukan inovasi disruptif yang familiar dengan masyarakat bawah.

DIREKTORI KHUSUS