Font Size

SCREEN

Profile

Layout

Direction

Menu Style

Cpanel

KETUA AFEB PTM: Kampus Keluar Dari Cangkangnya

Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perguruan Tinggi Muhammadiyah (AFEB PTM) menggelar Musyawarah Nasional Pertama (Munas I) pada 22-23 November 2017 di UM Surabaya ini. Menurut Mukhaer Pakkanna, Ketua AFEB PTM, acara ini dirangkaikan Seminar Nasional yang dihadiri Gubernur Jawa Timur, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Prof. Firmanzah, PhD (Rektor Universitas Paramadina). Seminar ini dilanjutkan secara paralel pertemuan Dekan FEB/Ketua STIE PTM, pertemuan Asosiasi Prodi Akuntansi (APSA), Asosiasi Prodi Manajemen (APSMA), dan Asosiasi Prodi Ekonomi Islam  (APSEI). Tidak kalah menariknya adalah kegiatan Call for Papers (CfP) untuk tiga bidang studi, dan artikel yang masuk berkisar 81 judul riset.

 

Menurut Mukhaer Pakkanna, yang juga Ketua STIE Ahmad Dahlan Jakarta, dalam sambutan Munas AFEB, saat ini banyak Perguruan Tinggi banyak yang telah dihinggapi myopic syndrom (sindrom rabun jauh), sehingga kurang bisa mencandra apa yang bakal terjadi terhadap masa depan bangsa. Persoalan birokrasi akreditasi yang menjenuhkan, PDPT yang tambal sulam (elektis), persoalan linearitas keilmuan, perizinan yang berbelit-belit, persoalan home base dosen, NIDN, NUPN, kepangkatan, jurnal bereputasi, tentang hantu Scopus, hingga bergudang-gudang persoalan akademis yang tidak pernah tuntas.

Kelihatannya, kata Mukhaer, itulah yang membuat kita myopic syndrom, menjadi autis yang tidak mengenal apa yang terjadi di sekeliling kita. Kita asyik dengan boneka mainan atau regulasi yang terus menerus diproduksi dan disuguhkan oleh birokrasi pemerintah.

Akibat jenuhnya, sambung Mukhaer, kampus menghadapi boneka/regulasi persoalan birokasi akademis itu, banyak PT yang mengambil jalan pintas.  Melakukan tracky atau siasat-siasat pragmatis. Maka, PT banyak yang terjebak terhadap apa yang diinginkan (want) bukan apa yang dibutuhkan (need) bangsa/negara, alhasil kampus menjadi mesin yang kehilangan roh akademis. Kampus dan dosen, banyak yang hanya mampu memproduksi dokumen, semacam dokumen borang, portofolio, evaluasi diri, dukumen riset yang hanya sekadar formalitas untuk di simpan dalam rak, dan lainnya. Impact factor-nya pada kemanfaatan (kemaslahatan) sosial dan kebudayaan bangsa boleh dikatakan berjalan minimalis.

”Banyak persoalan kebangsaan, termasuk persoalan ekonomi masyarakat membutuhkan solusi”, beber Mukhaer yang juga Wakil Ketua MEK PP Muhammadiyah. Bangsa saat ini membutuhkan pikiran-pikiran bernas dan solutif dari kalangan akademisi. Apa yang kemudian terjadi? Persoalan masyarakat makin beranak-pinak, sementara kampus dan dosennya hanya asyik mempersolek dirinya supaya akreditasinya hebat dan dosennya hanya berlomba-lomba mempersolek dokumen BKD-nya, dan dokumen-dokumen formalitas lainnya (misalnya: mengejar sertifkat/piagam, dll).

Mukhaer berharap, AFEB PTM berharap, anggota AFEB PTM sejatinya harus mulai siuman atau sadar terhadap pelbagai persoalan kebangsaaan, keummatan, dan persyarikatan. Banyak persoalan kebangsaan atau keummatan yang membutuhkan solusi atau tangan-tangan dingin dari para akademisi, terutama dari kalangan sarjana bisnis dan ekonomi. ”Kita tidak boleh terjebak pada rutinitas birokrasi dan prosuderal kegiatan akademik, tetapi dengan modal keilmuan, kita harus sadar menyelesaikan pelbagai persolan. Tentu persoalan harus diselesaikan dengan berbasis data dan riset. Itulah yang disebut solusi akademis”.

DIREKTORI KHUSUS